Hari kesepuluh Ngaji Pasaran Ramadhan Kitab Ayyuhal Walad Imam Al-Ghazali, bersama KH Muhammad Yusuf Chudlori Pengasuh Pondok Pesantren API Tegalrejo Magelang.
Ikhlas dan Riya’
Puasa adalah ibadah yang jauh dari sifat riya’ (pamer), karena puasa itu hubungannya manusia dengan Allah. Lantas ibadah seperti apa yang bisa disebut ikhlas? “Ibadah yang keseleruhannya ditujukah kepada Allah, tidak bangga ketika dipuji, dan tidak susah ketika dicaci”, terang Gus Yusuf ketika menjelaskan Ikhlas.
Gus Yusuf juga mengatakan puasa itu punya keistimewaan, di antaranya menjadikan diri kita merasa selalu diawasi oleh Allah, beda dengan amal ibadah lainnya. Sedekah misalnya, ketika kita memberikan uang, kita merasa sedang diawasi oleh Allah, namun yang terlihat tetangga kita yang melihat.
Lawan ikhlas adalah riya’ (pamer). Apa itu riya’? Gus Yusuf mengatakan sumber munculnya sifat riya’ dari rasa mengagungkan manusia lain. Mau ibadah shalat misalkan, didasari biar dianggap saleh, atau takut dikucilkan lingkungannya.
Artinya ibadah yang dilakukan masih mengharap dengan sikap orang lain (makhluk). Makhluk ini bisa bermacam-macam, bisa guru biar dianggap saleh, bisa istri, atau orang yang berada di sekitar kita.
Perlu diketahui juga, memperlihatkan ibadah dapat diperbolehkan kalau bertujuan ta’dib (memberi contoh) pada orang lain.
“Aku ingin memperlihatkan shalatku pada istri agar dicontoh, atau agar sang istri sadar, atau biar anak ikut meneladani,”kata Gus Yusuf.
Obat penawar apa yang bisa menghilangkan sifat riya'?
“Obat penawae riya’ itu kita harus menempatkan Allah di atas segalanya, menyadari bahwa semua manusia itu di bawah kuasa Allah, serta kita harus bisa menanggap manusia yang ada di sekitaar kita itu seperti batu yang tidak ada manfaat maupun madlarat terhadap ibadah yang kita lakukan”.
Gus Yusuf
Ilmu Barokah
Gus Yusuf menegaskan bahwa ilmu yang barokah merupakan ilmu yang diamalkan. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah,
“Barangsiapa yang mengamalkan suatu ilmu, maka Allah akan menganugerahkan ilmu yang belum diketahuinya”. Sesuai dengan definisi barokah yaitu bertambahnya kebaikan dan kemanfaatan.
“Kalian ketika belajar ilmu di pesantren atau sekolah itu baru mendapat 25 persen, akan bertambah ketika diamalkan, dan akan bertamnah lagi ketika diajarkan pada orang lain, syukur bisa sampai 100 persen”, kata Gus Yusuf.
Nasehat Nabi Khidir kepada Nabi Musa
Umumnya manusia ingin cepat mendapat jawaban ketika menemukan suatu pertanyaan, namun adakalanya kita cukup bertanya dalam hati atau menunggu bertanya sampai pada waktu yang tepat.
Nabi Musa terusik pikirannya ketika melihat suatu yang dilakukan Nabi Khidir. Nabi Khidir memberikan nasehat kepada Nabi Musa, nasehat ini diabadikan dalam Alquran surat al-Kahfi ayat 70.
قَالَ فَإِنِ اتَّبَعْتَنِي فَلَا تَسْأَلْنِي عَنْ شَيْءٍ حَتَّىٰ أُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْرًا
Artinya: Dia (Nabi Khidir) berkata: “Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu”. (Al-Kahfi ayat 70).
“Budaya masyarakat kita sekarang adalah budaya instan”, sebut Gus Yusuf. Semuanya serba cepat dan malas berusaha mencari jawaban secara teliti dan bertahap.
Nasehat Nabi Khidir kepada Nabi Musa mengajarkan kepada kita bahwa dalam bertanya pun, kita perlu tahu waktu yang tepat, tidak boleh terburu-buru, karena terburu-buru merupakan perilaku setan.