Hari keduabelas Ngaji Ramadhan Kitab Ayyuhal Walad Imam Al-Ghazali, bersama KH Muhammad Yusuf Chudlori Pengasuh Pondok Pesantren API Tegalrejo Magelang
Fenomena banyak bermunculannya para da’i, ustadz, mubaligh, patut kita syukuri. Di zaman tak ada sekat ruang sekarang ini, da’i bisa syiar lewat media sosial.
Berpegang pada anjuran Rasulullah untuk syiar Islam walau satu ayat membuat banyak orang tertarik untuk dakwah daring. Namun apakah semudah itu kita langsung bisa berdakwah? Berikut Kitab Ayyuhal Walad menjelaskan bahaya menjadi da’i dan syarat menjadi da’i.
Tidak mudah menjadi da’i atau mubaligh, bahkan dalam Kitab Ayyuhal Walad kita dinasehati untuk lebih menghindari menjadi da’i kecuali memang memenuhi kualifikasi.
Syarat utama menjadi da’i adalah harus sudah melakukan apa yang disampaikan. Menasehati orang itu memang dianjurkan dalam agama, karena pada dasarnya agama adalah nasehat, tetapi nasehat ini bisa menjadi dosa ketika orangnya tidak mengamalkannya terlebih dahulu.
Menjadi da’i itu juga bahaya kalau tidak berhati-hati, karena bisa mendatangkan rasa sombong, riya’, dan rasa ingin selalu dipuji.
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ
Artinya: Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, …?
Sebelumnya sudah dijelaskan, da’i (orang yang mengajak kebaikan) itu diibaratkan dokter yang menyembuhkan penyakit.
Da’i yang tidak mengamalkan yang dikatakan itu seperti orang yang mau menyembuhkan manusia, tetapi dirinya sendiri sakit.
Gus Yusuf menyampaikan cerita Nabi Musa yang dinasehati oleh Allah, “wahai putra Maryam, nasehatilah dirimu sendiri, barulah kamu bisa menasehati orang lain, dan apabila kamu tidak bisa menasehati dirimu sendiri, maka malulah dirimu kepada Tuhanmu”.
Gus Yusuf menjelaskan juga, di Kitab Ayyuhal Walad menjadi da’i itu merupakan suatu cobaan, sehingga ada hal yang perlu dihindari. Seorang da’i tidak boleh mengingatkan (tadzkir) dengan cara berlebih-lebihan sampai melewati batas, karena hal tersebut menunjukkan rusak dan lalainya hati.
Ia juga menambahkan, apabila seorang da’i menyampaikan nasehat dari hati yang bersih, maka jama’ah yang mendengarkan juga mudah memahami apa yang disampaikan, karena sekarang banyak ceramah agama hanya masuk telinga kanan, keluar telinga kiri, tanpa ceramah itu bisa mengubah perilaku jamaah menjadi lebih baik.
Tujuan mengingatkan (tadzkir) adalah mengingatkan untuk menghindari api neraka, tidak menyepelekan perintah dan larangan Allah, mengingatkan agar tidak menyiakan umur, bagaimana kondisi besok di alam kubur, mengingatkan agar bisa dapat akhir hidup yang baik (husnul khatimah), mengingatkan payahnya kondisi ketika hari kiamat, dan apakah nantinya bisa masuk surga atau neraka.