Hari ketigabelas Ngaji Ramadhan Kitab Ayyuhal Walad Imam Al-Ghazali, bersama KH Muhammad Yusuf Chudlori Pengasuh Pondok Pesantren API Tegalrejo Magelang.
Salah satu hal yang sering dimunculkan di televisi bagaimana para jama’ah pengajian menangis ketika mendengar tausyiah atau doa. Psikologi jama’ah akan mulai ikut hanyut dan tersentuh ketika melihatnya, ditambah dengan efek pendramatisiran berupa lampu, musik, atau suara yang bisa mempengaruhi perasaan seseorang.
Dalam Kitab Ayyuhal Walad, dijelaskan bahwa jangan sampai tujuan tausyiah hanya membuat para jamaah menangis bahkan sampai histeris, apalagi tujuan membuat jamaah menangis hanya untuk rating televisi atau popularitas seorang da’i.
Menurut Gus Yusuf orang seperti itu mempunyai logika yang terbalik, da’i yang di depan jamaah bisa menangis, tetapi ketika bermunajat sendiri kepada Allah, da’i itu tidak bisa menangis.
Beda dengan para wali, Gus Yusuf menjelaskan bahwa wali kalau di hadapan orang lain, mereka banyak guyon (berjenaka), tetapi ketika wali tersebut sendirian bermunajat kepada Allah, para wali sering menangis.
Lantas tujuan tausyiah atau dakwah itu apa saja? Di jelaskan di Kitab Ayyuhal Walad, tujuan tausyiah atau dakwah adalah mengajak manusia yang awalnya berorientasi duniawi menjadi ukhrawi, dari tamak menjadi zuhud, dari maksiat menjadi taat, dari pelit menjadi dermawan.
Jangan sampai tausyiah yang harusnya berorientasi pada akhirat, berubah orientasi menjadi profit atau keuntungan duniawi. Gus Yusuf menyampaikan hadist qudsi tentang perintah Allah kepada dunia untuk orang yang mau melayaninya,
“Wahai dunia! Berkhidmatlah kepada orang yang telah berkhidmat kepada-Ku, dan perbudaklah orang yang mengabdi kepadamu”.
Da’i yang baik adalah da’i yang basyiiran (menyampaikan kabar gembira) bagi orang yang taat, dan nadziiran (menyampaikan ancaman dari Allah) bagi orang yang maksiat.
Memang perlu seimbang dalam menyampaikan, jangan melulu menyampaikan tentang kemurahan Allah kepada hamba-Nya, karena bisa membuat jemaah terlena dan malah menyelewang dari ajaran. Serta perlu diimbangi dengan hal yang bisa membuat takut, agar jamaah berpikir dan tergerak hatinya untuk meninggalkan kemaksiatan.
Cara dan anjuran di atas merupakan rambu-rambu dalam berdakwah. Jangan sampai dakwah atau tausyiah menjadi majelis untuk menghujat, mencaci, dan ajang provokasi. Jika tausyiah sudah diisi dengan ujaran kebencian dan provokasi, wajib bagi pihak yang berwenang untuk melarang da’i atau ustadz yang menyampaikan ujaran kebencian dan provokasi.