Baity Jannaty

:14: Hubungan Antara Rakyat dan Pemimpin, di mana Posisi Ulama. Temukan Jawabannya di sini.

By Najih Suudi

May 08, 2020

Hari keempatbelas Ngaji Ramadhan Kitab Ayyuhal Walad Imam Al-Ghazali, bersama KH Muhammad Yusuf Chudlori Pengasuh Pondok Pesantren API Tegalrejo Magelang

Menjadi suatu yang sulit bagi Ulama untuk mendakwahi pejabat atau pemimpin pemerintahan. Di satu sisi, pemimpin merupakan sosok yang wajib dihormati.

Di sisi lain, agama mempertingatkan ulama untuk tidak terlalu dekat dengan pemimpin. Lantas di manakah posisi ulama terhadap pemimpin (umara’)?

Ulama perlu berhati-hati agar tidak terlalu suka dan dekat dengan pejabat atau pemimpin. Kedekatan ulama dengan pemimpin dikhawatirkan akan membuat ulama terbuai sehingga tidak bisa mengingat ketika salah.

Apalagi kalau ulama sampai terlalu memuji pemimpin dengan ketakjuban, itu merupakan suatu bahaya.

Imam al-Ghazali beberapa kali diminta raja (sultan) untuk bertemu dan memberikan nasehat. Menjawab undangan tersebut, Imam al-Ghazali menulis surat yang ditujukan kepada raja,

“Orang yang menasehatimu tidak bisa menjadi sahabatmu, dan orang yang menjadi sahabatmu tidak bisa menasehatimu”.

Imam al-Ghazali juga pernah menyatakan, ” raja (pemimpin) mengeluarkan kebijakan yang berdampak positif terhadap masyarakat, sedangkan ulama memberikan nasehat kepada raja (pemimpin) dengan keluasan ilmunya”.

Gus Yusuf menjelaskan di manakah sebaiknya posisi ulama terhadap umara (pemimpin). Ia mengatakan, posisi ulama ‘ harus di tengah-tengah, karena sebaik-baiknya perkara adalah pada posisi tengah-tengah.

Ia juga mencontohkan, di tengah Pandemi Covid-19 seperti ini, banyak bantuan yang dikeluarkan oleh pemerintah, apabila posisi ulama terlalu jauh dengan pemimpin, ulama akan sulit untuk nahi munkar (mencegah kemunkaran), misal ada penyelewengan bantuan hanya dibagikan kepada kerabat dan pendukung pemimpin itu, ulama akan sulit mencegah karena tidak punya akses untuk memperingatkan.

Sebaliknya, jika ulama’ dekat dengan pemimpin, ia bisa amar ma’ruf (menyeru kebajikan), ulama bisa memberikan anjuran untuk menyalurkan bantuan kepada orang miskin.

Sudah jelas bahwa posisi ulama terhadap umara (pemimpin) ada di tengah-tengah (netral). Karena pada posisi itu, uluma tetap bisa menjadi penyambung antara masyarakat (yang terdampak kebijakan) dengan pemimpin (yang mengeluarkan kebijakan).