Ramadhan 1442 H, Mnews.id menghadirkan transkip teks pengajian bersama Gus Yusuf (KH Muhammad Yusuf Chudlori Pengasuh Asrama Pendidikan Islam (API) Tegalrejo Magelang). Pengajian berlangsung online tiap hari melalui Gus Yusuf Channel mengkaji kitab Qomi’ al-Tughyan.
Cabang iaman ke-70, Sabar dalam ketaatan. Selain kesabaran dalam melakukan ketaatan sampai ketaatan tersebut terselesaikan, kesabaran juga diperlukan dalam beberapa hal seperti; bersabar mengalami musibah duniawi.
Sekira hatinya tidak marah terhadap musibah tersebut, bersabar dalam menjauhi kemaksiatan, sehingga tidak jatuh dalam kemaksiatan tersebut, dan bersabar terhadap menghadapi kejahatan yang dilakukan oleh seseorang dengan jalan tidak membalas kejahatannya, dan hendaklah hatinya rela serta memaafkan kesalahan tersebut.
Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumiddin berkata bahwa sabar itu ada dua macam.
Pertama, kesabaran jasmani, seperti menahan penderitaan yang menimpa badan. Sabar yang demikian terkadang dengan amal perbuatan, seperti terus menerus melakukan pekerjaan ibadah yang berat dan lainnya, dan terkadang dengan menahan penderitaan, seperti sabar terhadap pukulan yang sangat berat dan penyakit yang parah. Sabar yang demikian adalah terpuji apabila sesuai dengan syariat Islam.
Kedua, sabar rohani. Jenis kesabaran kejiwaan dapat dikategorikan menjadi berberapa bagian, yaitu Iffah, atau sikap perwira jika berasal dari keinginan perut dan kemaluan;
Sabar, jika tertimpa musibah, kebalikannya adalah ‘kegelisahan‛; menekan nafsu, jika dalam keadaan kaya, kebalikannya adalah ‚ ‘sombong‛; pemberani, jika dalam keadaan peperangan, kebalikannya adalah ‘licik‛;
Penyantun, jika dalam keadaan menahan marah, kebalikannya adalah ‘marah‛ dan ‘menggerutu‛; kelapangan data, jika dalam keadaan yang menggelisahkan, kebalikannya adalah ‘kegelisahan‛ dan ‘kesempitan dada‛; menyimpan rahasia, jika dalam keadaan menyembunyikan omongan dan orang yang melakukannya disebut, ‘penyimpan rahasia‛;
zuhud, jika dari hidup yang berlebihan, kebalikannya adalah ‘tamak‛ atau ‘loba‛; qanaah, jika kesabaran tersebut terhadap bagian yang sedikit, kebalikannya adalah ‘rakus‛.
Dengan demikian kebanyakan dari akhlak keimanan masuk pada kategori sabar. Oleh karena itu Rasulullah bersabda, “Sabar adalah separuh iman, sedangkan keyakinan adalah iman seluruhnya.”
Cabang iman ke-71, zuhud. Zuhud adalah mencukupkan diri pada kadar keperluan dari hal-hal yang diyakini kehalalannya. Pengertian ini adalah zuhud bagi orang-orang ahli marifat.
Adapun zuhud dalam arti meninggalkan yang haram adalah kewajiban umum yang harus dilakukan oleh semua orang. Ada yang berpendapat bahwa zuhud adalah membagi-bagikan harta yang sudah dikumpulkan, meninggalkan mencari sesuatu yang sudah hilang, dan mendahulukan orang lain dari pada dirinya sendiri pada waktu ada makanan.
Imam al-Ghazali berkata bahwa zuhud adalah apabila seseorang meninggalkan kesenangan dunia karena pengetahuannya akan kehinaan dunia dibandingkan dengan akhirat yang sangat mahal. Zuhud bukan berarti meninggalkan harta dan mengorbankannya mengikuti jalan kedermawanan dan mengikuti jalan kecenderungan hati, serta mengikuti jalan ketamakan. Karena hal itu semuanya adalah termasuk adat kebiasaan yang baik; dan peribadatan tidak termasuk dalam adat kebiasaan.
Cabang iman ke-72, cemburu dan tidak membiarkan istri bercumbu rayu dengan laki-laki lain. Setiap laki-laki seyogyanya memiliki sifat cemburu pada waktu melihat sesuatu yang menyalahi hukum syara’ dan pada waktu terdapat keraguan dalam hatinya.
Berbeda dengan sangkaan buruk kepada seseorang tanpa ada keraguan yang dicela oleh agama. Manusia yang paling mulia dan paling tinggi himmahnya adalah orang yang lebih kuat kecemburuannya terhadap nafsunya sendiri, terhadap keistimewaan dirinya dan orang-orang mukmin pada umumnya.
Rasulullah bersabda, “Cemburu adalah termasuk iman dan membiarkan istri bercumbu rayu dengan laki-laki lain adalah termasuk kemunafikan.
Allah telah menulis di pintu surga sebagai berikut: “Engkau adalah haram bagi orang yang rela terhadap perbuatan jelek yang dilakukan isterinya”.
Orang yang rela isterinya berbuat serong tidak dapat masuk surga. Sesungguhnya tujuh langit, tujuh bumi, serta gunung-gunung melaknat orang yang berbuat zina dan orang yang rela isterinya berbuat serong. Laknat tersebut akan diterima jika ia mengetahui dan mendiamkan. Jika suami tidak mengetahui, maka tidak pantas berburuk sangka, meneliti permasalahan yang tidak tampak, dan memeriksa aurat orang lain; karena yang demikian itu dicela oleh syariat Islam.
Cabang iman ke-73, berpaling dari omongan yang tidak berguna. Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, hendaklah berkata yang baik atau diam.”
Maksud Hadist di atas ialah barang siapa yang beriman dengan iman yang sempurna kepada Allah dan hari kiamat, maka hendaklah ia berbicara mengenai apa saja yang ada manfaat baginya, seperti mengucapkan kalimat yang benar kepada orang yang dhalim, atau hendaklah ia diam dari omongan yang sama sekali tidak ada manfaat baginya.
Dikisahkan, ada seorang laki-laki berkata kepada orang yang ahli makrifat: “Berilah aku wasiat!” Beliau berkata, “Buatlah sampul bagi agamamu seperti sampul mushaf agar kamu tidak mengotori agamamu!” Laki-laki tersebut bertanya: “Apakah sampul agama itu?” Beliau berkata, “Meninggalkan omongan kecuali omongan yang harus diucapkan; meninggalkan mempergauli manusia kecuali pergaulan yang harus dilakukan; meninggalkan mencari kesenangan dunia kecuali kesenangan yang wajib diambil.”
Menurut Imam as-Suhaymi, apabila seseorang dipaksa untuk mengucapkan ucapan yang jelek atau dipaksa diam dari ucapan yang baik, atau takut bencana yang akan menimpa dirinya karena mengucapkan hal yang baik, maka dia diberi uzur dan dimaafkan oleh Allah.
Cabang iman ke-74, dermawan. Dermawan adalah membelanjakan harta dalam hal-hal yang dipuji oleh syariat Islam. Imam al-Ghazali berpendapat bahwa dermawan adalah tengah-tengah antara “menghambur-hamburkan harta” dan “pelit”; antara membuka tangan dan menggenggamnya. Antara membelanjakan harta dan menahannya hendaknya diperkirakan menurut ukuran kewajiban. Hal itu tidak cukup dilakukan dengan anggauta badan saja, selama hatinya tak senang dan menentang terhadap perbuatannya.
Sabda Rasulullah dalam hadits riwayat Ibnu Abbas, “Menyingkirlah kamu sekalian dari dosa orang yang dermawan, karena sesungguhnya Allah akan membimbing tangannya setiap kali dia jatuh.”