Baity Jannaty

#3 Ngaji Gus Yusuf: Deteksi Tawakal dalam Diri Kita

By Najih Suudi

April 16, 2021

Ramadhan 1442 H, Mnews.id menghadirkan transkip teks pengajian bersama Gus Yusuf (KH Muhammad Yusuf Chudlori Pengasuh Asrama Pendidikan Islam (API) Tegalrejo Magelang). Pengajian berlangsung online tiap hari melalui Gus Yusuf Channel mengkaji kitab Qomi’ al-Tughyan

Cabang iman kesepuluh, yaitu cinta kepada Allah. Syeikh Sahal menjelaskan tanda-tanda cinta kepada Allah yaitu cinta kepada al-Qur’an. Tanda cinta kepada Allah dan al-Qur’an adalah cinta Nabi Muhammad. Tanda cinta kepada nabi yaitu dengan cinta sunah nabi. Tanda cinta sunah nabi yaitu cinta akhirat. Tanda cinta akhirat yaitu benci dunia. Tanda benci dunia adalah dengan tidak terlalu mencari harta, kecuali harta atau bekal yang cukup untuk beribadah.

Hatim bin Alwan menjelaskan, barangsiapa yang mengaku dalam tiga perkara tanpa ada wujud tiga perkara yang lain, maka orang tersebut bisa dinilai orang yang banyak dusta. Pertama, orang yang mengaku cinta Allah, tanpa dia menjaga dirinya dari hal yang diharamkan oleh Allah. Kedua, orang yang mengaku cinta nabi, tanpa dirinya mencinta orang fakir. Ketiga, orang yang mengaku cinta surga, tanpa mau mengeluarkan (infaq) hartanya di jalan Allah.

Sebagian orang arif (bijaksana) mengatakan, ketika iman  seseorang itu hanya berada di luar hati, maka ia hanya mencintai Allah setengah saja. Ketika iman seseorang sudah masuk ke relung hati, maka bisa dikatakan seseorang tersebut sangat mencintai Allah, yaitu dengan meninggalkan segala macam kemaksiatan.

Maka dari itu, pengakuan seseorang dalam mencintai Allah itu merupakan perkara yang mengkhawatirkan. Syeikh Fudhail berkata, jika ditanyakan kepada seseorang apakah dirinya mencintai Allah atau tidak, kemudian ia menjawabnya dengan berkata ‘tidak’, maka hal tersebut bisa membuat seseorang kufur, sedangkan apabila dijawab ‘iya’, maka bisa dibilang sifat tersebut bukanlah sifat pecinta Allah. Seyogyanya, kita hanya diam dalam menanggapi pertanyaan tersebut.

Cabang iman kesebelas, takut kepada siksa Allah. Tingkat terendah takut kepada siksa Allah yaitu dengan menghindari melakukan hal yang diharamkan oleh Allah. Perilaku menghindari melakukan kaharaman disebut wara’. Apabila bertambah dengan menghindari suatu yang tampaknya boleh atau bisa jadi adalah suatau yang haram, maka disebut taqwa. Apabila perilaku wara’ dan taqwa tersbut dibarengi dengan giat beribadah kepada Allah, maka orang itu bisa dinilai sidiq (orang yang tempat yang tidak dia bangun sendiri, dan tidak mengumpulkan sesuatu yang tidak dia makan, dan tidak tertarik dengan kemegahan duniawi). Keterangan ini seperti yang disampaikan oleh Imam Ghazali dalam Ihya Ulum al-Din.

Cabang iman keduabelas, yaitu berharap rahmat dari Allah. Seperti Firman Allah, “Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Rasulallah bersabda, “seorang pendosa yang beraharap rahmat Allah itu lebih dekat kepada Allah, dibanding seorang ahli ibadah yang berputus asa terhadap rahmat Allah”.

Diceritakan dari Zaid bin Aslam, ada seseorang ahli ibadah dari umat terdahulu, tetapi dia pernah membuat orang lain berputus asa dari rahmat Allah. Ketika dia meninggal, ia bertanya kepada Allah atas imbalan yang didapatkan dari ibadahnya tersebut. Allah menjawab bahwa balasan atas apa yang telah ia lakukan semasa hidupnya adalah api neraka. Orang ahli ibadah itu pun menanyakan di mana pahala dari ibadah yang telah ia lakukan. Allah menjawab bahwa semasa hidup orang ahli ibadah tersebut pernah membuat orang berputus asa dari rahmat-Nya, maka sekarang Allah akan membuat orang ahli ibadah itu putus asa dari rahmat Allah.

Gus Yusuf menjelasakan, bahwa tugas kita adalah membuat orang lain terus beraharap terhadap rahmat Allah, meskipun ia adalah seorang pendosa. Menurut Gus Yusuf, kasus bom bunuh diri yang terjadi di Indonesia belakangan ini merupakan tindakan putus asa. Musyawsrah Nasional Nahdlatul Ulama dalam forum bahstul masail mefatwakan bahwa tindakan bom bunuh diri yang dilakukan di negara damai seperti Indonesia hukumnya adalah haram. Beda kasus apabila bunuh diri dilakukan di kondisi perang, itu diperbolehkan jika memang  dinilai dirinya tidak bisa mempertahankan dasar-dasar keislaman (al-dlaruriyah al-khams).

Apabila dalam hati kita tergerak mengingat sesuatu dari hal atau tindakan yang sudah kita lakukan, maka itu disebut tadzakkur (ingatan). Apabila hati kita tergerak melakukan sesuatu yang seketika itu juga kita melakukannya, maka disebut idrak (panemu). Apabila hati kita tergerak melakukan sesuatu di masa yang akan datang, maka disebut intidlar (penantian). Apabila penantian akan suatu hal itu membuat haati nurani menjadi menyesal melakukannya, maka itu disebut khauf (takut kepada Allah), sedangkan penantian dalam hal hati nurani merasa nyaman melakukannya,.maka itu yang disebut raja’ (pengharapan).

Cabang iman ketigabelas, yaitu tawakal (berserah diri kepada Allah). Allah berfirman, “bertaqwalah kalian, apabila kalian termasuk golongan orang-orang yang beriman”. Tawakal itu terdiri dari 3 tingkatan. Pertama, tawakal seperti seseroang yang mengandalkan wakil dalam segala hal. Kedua, tawakal seperti anak kecil yang mengandalkan ibunya, jika terjadi hal yang tidak dia inginkan, maka ia pasti akan mencari ibunya. Ketiga, tawakal seperti orang mati dihadapan orang yang memandikannya, ia tidak punya kuasa kecuali orang yang memandikannya tersebut menggerakkan tubuhnya. Tingkatan tawakal yang ketiga merupakan tawakalnya orang yang kuat imannya.