Baity Jannaty

#4 Ngaji Gus Yusuf: Kepala Dipenggal Terputus dengan Badan Masih Bisa Melantunkan Al-Quran

By Najih Suudi

April 17, 2021

Ramadhan 1442 H, Mnews.id menghadirkan transkip teks pengajian bersama Gus Yusuf (KH Muhammad Yusuf Chudlori Pengasuh Asrama Pendidikan Islam (API) Tegalrejo Magelang). Pengajian berlangsung online tiap hari melalui Gus Yusuf Channel mengkaji kitab Qomi’ al-Tughyan

Cabang iman keempatbelas, yaitu mencitai Nabi. Nabi Muhammad bersabda, “belum sempurna iman seseorang, hingga dirinya lebih mencitai diriku (Nabi Muhammad) melebihi  cintanya terhadap dirinya sendiri, hartanya, anaknya, orang tuanya, dan semua manusia”. Yang dimaksud semua manusia termasuk kerabat, kenalan, tetangga, maupun teman.

Cinta nabi merupakan perwujudan cita kepada Allah, begitu halnya cinta rasul diwujudkan dengan cinta ulama dan orang-orang yang bertaqwa. Kenapa kita harus mencintai ulama dan orang yang bertaqwa? Karena Allah mencitai mereka, dan sebaliknya mereka juga mencintai Allah.

Cabang iman kelimabelas, mengagungkan derajat nabi. Hal ini bisa dilakukan dengan mengetahui derajat keluhuran nabi Muhammad, menjaga adab ketika menyebut nama Nabi Muhammad atau mendengar hadist nabi, dan memperbanyak baca doa shalawat dan keselamatan kepada nabi, serta mengikuti sunah nabi. Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, . . .”.

Cabang iman keenambelas, menjaga nilai keagamaan. Diceritakan kisah Umar bin Abdul Aziz ketika menjadi khalifah mengutus sekelompak pasukan untuk berperang dengan kekaisaran Romawi. Ada 20 orang yang dijadikan sandera oleh kaisar Romawi, dan dibawalah mereka ke Romawi.

Ketika sampai di kerajaan Romawi utusan tersebut ditawari kaisar untuk menjadi gubernur di suatu daerah serta kemewahan dunia, tapi dengan syarat utusan tersebut mau pindah agama dan menyembah patung. Orang pertama ditanya apakah dia mau atau tidak dengan tawaran sang kaisar.

Orang pertama dari utusan menolak dengan jawaban, “aku tidak akan menjual agamaku”. Lantas sang kaisar menyuruh algojo untuk mengeksekusinya di alun-alun. Kepala yang sudah diitebas itu membaca surat al-Fajr ayat 28-30, yang artinya “Kembalilah kepada Tuhan-mu dengan hati yang ridha dan juga diridhai (oleh-Nya). Masuklah ke dalam (golongan) hamba-Ku. dan masuklah ke dalam surga-Ku”.

Orang yang kedua dipanggil kaisar dan ditawari dengan hal yang sama seperti orang pertama. Orang kedua pun juga menolak. Sang kaisar memerintahkan untuk menghukumnya dengan penggal kepala. Setelah kepala terputus, kejadian serupa terjadi. Kepala yang sudah ditebas itu membaca surat al-Haqqah ayat 21-23, yang artinya Maka orang tersebut berada dalam kehidupan yang diridhai. Dalam surga yang tinggi. Buah-buahannya (pun) dekat”.

Kaisar segera memanggil tawanan selanjutnya. Tawanan yang ketiga ini memilih menjual agamanya pada dunia. ia memilih beriman kepada berhala. Kaisar dengan senyum kemenangan berkata pada menterinya, “Tulislah surat perintah untuk menjadi pemimpin dan berikan padanya kebebasan, tempat tinggal, dan ilmu”.

Sang menteri masih meragukan pengalaman tawanan ini, sehingga ia meminta kepada Kaisar untuk mengujinya terlebih dahulu dengan membunuh temannya sendiri. Tawanan yang ketiga ini segera mengambil pedang dan menebas kepala rekannya sendiri. Melihat kejadian ini sang menteri berkata kepada Kaisar, “Wahai Raja, ini sungguh berbahaya. Teman yang tumbuh bersamanya telah lama saja dikhianati, lalu bagaimana dia bisa menjaga kepercayaan kita?”. Akhirnya Kaisar menyuruh memenggal kepala tawanan yang ketiga tersebut.

Ketika kepalanya terpenggal dan terpisah, kejadian ajaib seperti sebelumnya juga terjadi. Kepala berputar-putar di lapangan sebanyak tiga kali, tetapi ayat yang diucapkan adalah ayat siksa surat az-Zumar ayat 19, yang artinya “Apakah (kamu hendak mengubah nasib) orang-orang yang telah pasti mendapatkan siksa? Apakah kamu akan (mampu) menyelamatkan orang-orang yang berada di dalam api neraka?”.

Cabang iman ketujuhbelas, yaitu mencari ilmu. Abdullah bin Mas’ud meriwayatkan hadis dari Rasulullah, “barangsiapa belajar satu cabang keilmuan yang dimanfaatkan untuk urusan akhirat dan dunia, itu lebih bagus dibanding orang yang selama 7 ribu tahun hidupnya setiap pagi digunakan untuk puasa sunah, dan malamnya mendirikan shalat sunah yang ibadahnya diterima tanpa tertolak.”

Muadz bin Jabal meriwayatkan dari Rasulullah, “Tuntutlah ilmu (belajarlah Islam) karena mempelajarinya adalah suatu kebaikan untukmu. Mencari ilmu adalah suatu ibadah. Saling mengingatkan akan ilmu adalah tasbih. Membahas suatu ilmu adalah jihad. Mengajarkan ilmu pada orang yang tidak mengetahuinya adalah sedekah. Mencurahkan tenaga untuk belajar dari ahlinya adalah suatu qurbah (mendekatkan diri pada Allah).”

Hal yang harus diterapkan dalam menuntut ilmu adalah niat denga llmunya hasil bisa mendapatkan ridla Allah, bertujuan akhirat, dan menghilankan kebodohan dari diri kita serta masyarakat umum.