Banyak terdengar di telinga kita bahwa Ujian Nasional akan dihapus dari kurikulum pendidikan di Indonesia. Itulah yang sering kita sebut dengan istilah merdeka belajar. Merdeka belajar perlu diterapkan di jenjang Sekolah Dasar. Siswa usia dasar memang sepantasnya dimerdekakan belajarnya dari kompetensi pengetahuan atau kognitif yang hanya mengandalkan nilai angka di rapot.
Jika sekedar nilai angka saya yakin nilainya bagus-bagus. Bukan itulah yang seharusnya diterapkan dalam pendidikan usia dasar, tetapi karakterlah yang utama, pondasi kehidupan yang utama. Siswa pandai dan cerdas tetapi tak berakhlak tidak ada artinya. Siswa nilai bagus tetapi tak tahu sopan santun akan hilang kehormatan tersebut. Siswa cerdas akademik bagus dan santun itulah yang menjadi harapan semua orang. Seperti pepatah ilmu padi, semakin berisi semakin menunduk.
Nadhiem Makarim, Menteri Pendidikan Nasional RI, mengatakan Ujian Nasional akan diganti dengan assessment (penilaian) kompetensi minimum dan survei karakter. Kompetensi ini akan meliputi dua hal, yaitu literasi dan numerasi. Literasi akan lebih mengedepankan bagaimana seorang anak mampu mengerti dan memahami konsep dibalik bacaan. Numerasi juga akan lebih memberatkan bagaimana sang anak mampu menganalisa angka-angka. Selain itu, penilaian kompetensi juga direncanakan bukan berdasarkan mata pelajaran di sekolah.
Kualitas pendidikan di Indonesia masih jauh tertinggal dengan negara lain. Indonesia masih berada di rangking 10 besar terbawah dalam kemampuan membaca, matematika, dan sains. Padahal selama ini kurikulum pendidikan di Indonesia sudah banyak menitikberatkan pada pemenuhan kemampuan kompetensi. Seperti layaknya kurikulum 2013 yang menitikberatkan pada 4 kompetensi inti, yaitu kompetensi spiritual, kompetensi sosial, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan.
Perubahan kebijakan pendidikan yang dicetuskan Mendikbud Nadiem Makarim membawa sejuta harapan pada perbaikan pendidikan di Indonesia. Kemerdekaan dalam belajar mengajar baik bagi guru maupun siswa terus digaungkan. Dari sini diharapkan akan tercipta sekolah menyenangkan bagi semua. Sistem UN sendiri bertujuan sebagai tolak ukur pemetaan pendidikan negeri ini.
UN sebagai penentu kelulusan siswa, sehingga banyak siswa yang tidak siap menghadapinya. Penghapusan UN menuai banyak dampak positif dan negatif. Sebagai dampak positifnya, ketakutan siswa menghadapi Ujian Nasional menurun, siswa tidak terbebani dalam belajar, guru bekurang bebannya dalam mengajar. Namun, sisi negatifnya juga banyak antara lain siswa menjadi tidak semangat dalam belajar, kualitas pendidikan di Indonesia terkesan santai, menjadi masalah bagi siswa yang akan melanjutkan ke sekolah selanjutnya karena ijazah di dapat dari mana.
Penghapusan Ujian Nasional memang benar membuat semangat belajar siswa menurun. Siswa terkesan santai karena tidak ada beban belajar di pundaknya. Siswa menjadi santai karena tidak ada target nilai yang harus dicapai untuk melanjutkan ke jenjang sekolah yang lebih tinggi. Siswapun tidak terikat pada buku-buku latihan ujian yang harus dibabat habis. Dihapusnya Ujian Nasional membuat orang tua bisa menarik nafas lega, karena mendampingi anak dalam menghadapi Ujian Nasional. Tentunya bukan hal tersebut yang dinamakan merdeka belajar. Justru merdeka belajar dapat diisi dengan keterampilan soft skill dan karakter. Soft skill misalnya dapat dilakukan dengan berlatih berpikir kritis, komunikasi yang baik, menganalisis informasi, rasa ingin tahu, kreatif, dan inovatif, kepemimpinan, kemampuan beradaptasi, kerja sama dan kolaborasi. Lanjutnya, penanaman karakter untuk anak usia dasar sangat penting, seperti disiplin, tertib, tanggung jawab, peduli, teliti, dan lain-lain.
Kurikulum, strategi, dan tujuan pendidikan harus dirumuskan secara jelas untuk membentuk siswa berkarakter dan berakhlak mulia yang menjadikan agama sebagai pondasi kehidupan tanpa mengesampingkan kemampuan kompetensi yang dibutuhkan dalam kehidupan. Jangan sampai perubahan ini hanya dilakukan untuk memenuhi kompetensi lulusan yang siap menghadapi era millennial 4.0 dan tidak menyentuh aspek problem fundamental dunia pendidikan. Bagi para guru di seluruh Indonesia akan lebih mudah dan simple dalam mengemas Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Guru dapat mengemas RPP cukup 1 lembar saja. Melalui penyederhanaan administrasi para guru dapat fokus dalam kegiatan belajar mengajar. Semoga pendidikan dasar di Indonesia semakin maju dan berkembang sesuai peradaban.