Kegiatan Pramuka di Pesantren Gontor

Literasiku

Micro Teaching Bangkitkan Mental Mengajar Santri Gontor

By Uci Dwi Astuti

December 27, 2019

Pondok Modern Gontor didirikan pada tanggal 20 September 1926 oleh tiga orang ulama yaitu : K.H. Ahmad Sahal, K.H. Zainuddin Fananie, K.H. Imam Zarkasyi. Tiga pendiri ini sering disebut dengan Trimurti. Saat ini Pondok Pesantren Gontor dipimpin oleh Dr. K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi, K.H. Hasan Abdullah Sahal, K.H. Syamsul Hadi Abnan.

Lokasi Pondok Gontor pusat terletak di Kabupaten Ponorogo Jawa Timur. Saat ini Pesantren Gontor memiliki banyak cabang yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia. Santri Gontor berasal dari penjuru kota di Indonesia bahkan manca negara, seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Brunei Darussalam dan lain-lain. Saat ini Pondok Pesantren Gontor memiliki puluhan ribu santri.

Santri yang masuk Pondok Gontor terbagi menjadi dua kelas besar yaitu kelas `Adi dan kelas Taksifi. Kelas `Adi adalah kelas yang berasal dari santri lulusan SD sedangkan kelas Taksifi adalah kelas yang berasal dari santri lulusan SMP. Masa belajar santri `Adi adalah 6 tahun sedangkan kelas Taksifi adalah 4 tahun. bagi kelas Taksifi satu tahun pertama merupahan tahun penyetaraan. Tujuan penyetaraan disini adalah agar santri yang Taksifi matang dalam mendapatkan ilmu di Gontor.

Kurikulum Pondok Gontor adalah KMI (Kulliyatul Muallimin al-Islamiyah). Kurikulum ini sudah baku dan paten diterapkan sejak Pondok Gontor berdiri. KMI menggunakan materi dan buku yang sudah dirancang sedemikian rupa sehingga ada keterkaitan antara satu pelajaran dengan pelajaran lain. Pelajaran yang diajarkan di kelas satu berhubungan dengan pelajaran kelas 6. Dengan kurikulum KMI ini, Gontor tidak menginduk pada KEMENDIKBUD maupun KEMENAG, bahkan tidak ikut dalam Ujian Nasional (UN). Namun ijazah Gontor tetap diakui dan dapat digunakan untuk melanjutkan kuliah di universitas dalam ataupun luar negeri.

Santri kelas 6 Pondok Gontor diharuskan untuk menempuh beberapa ujian sebelum kelulusan. Ujian yang harus ditempuh adalah ujian lisan, ujian tulis, dan ujian praktik. Ujian micro teaching adalah bagian dari ujian praktik. Ujian ini dinilai oleh teman-teman satu kelompok santri, kurang lebih berjumlah 23 santri dan dinilai juga oleh 2 orang ustadz/ustadzah. Santri yang melaksanakan micro teaching harus mempersiapkan mental dan materi pelajaran sebelum mengajar. Santri harus menguasai materi yang akan disampaikan, mengajar dengan metode dan alat peraga terbaik serta menguasai kelas.

Setelah diadakannya micro teaching, teman-teman kelompok dan juga ustadz/ustadzah pendambing berkumpul di satu ruangan kemudian mengoreksi santri yang hari itu micro teaching. Evaluasi ini berjalan kurang lebih satu hingga dua jam. Nilai ini akan dimasukkan di dalam raport santri.

Setelah melakukan ujian micro teaching, santri diharapkan memiliki kompetensi pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar dalam bertindak, serta mental yang kuat dalam menghadapi khalayak umum. Tak gentar menghadapi ujian dalam hidupnya kelak, tidak cengeng, dan bisa memecahkan masalah hidupnya sendiri.

Santri Gontor selalu digembleng mentalnya. Sejak bangun tidur hingga tidur kembali selalu dihadapkan dengan peraturan. Santri yang melanggar peraturan akan mendapatkan hukuman. Hukuman yang diterima berbeda-beda tergantung kebijakan para musyrif/musyrifah yang memberikan hukuman. Hukuman yang diberikan ditujukan untuk memberikan efek jera dan mendidik santri. Begitu halnya dengan ujian micro teaching ini. Santri dididik mentalnya hingga tidak canggung apabila berbicara di depan orang banyak.

Setelah lulus dari pesantren, santri Gontor diwajibkan untuk mengabdi atau mengajarkan ilmunya di lembaga pendidikan minimal satu tahun. Jadi, setelah pengumuman kelulusan santri akan dipanggil oleh pengasuh pesantren dan akan diberi tahu di mana ia akan mengabdi. Ada santri yang mengab di Pondok Gontor, Pondok Alumni Gontor, Pondok selain alumni Gontor dan juga bebas. Maksud bebas disini adalah santri yang mendapatkan pengabdian bebas, ia bisa memilih di mana ia akan mengabdikan dirinya dan menularkan ilmunya. Boleh mengabdi di sekolah TK, SD, SMP, SMA, atau pesantren yang diinginkan.

Oleh Uci Dwi Astuti, Guru PAI SD Mutual Kota Magelang