Magelang Mnewsid – Jelang 1 Syawal timbul polemik pro dan kontran di tengah masyarakat menyikapi kebijakan dilarangnya shalat id di masjid dan lapangan. Karena kebijakan ini berbanding terbalik dengan kondisi mall dan pasar-pasar yang ramai dikunjungi masyarakat.
Menanggapi fenomena ini Pengasuh Pondok Pesantren API Tegalrejo KH Muhammad Yusuf Chudlori, mengatakan menjaga diri itu lebih diutamakan dan yang penting sehat terlebih dahulu, dari pada memaksanakan diri berkerumun shalat id dan bersilaturahmi yang justru membahayakan diri sendiri.
Menurutnya, lebih baik ikuti apa yang dianjurkan pemerintah, untuk tidak melakukan shalat id berjamaah di masjid di lapangan, bersilaturahmi dan hal-hal yang berpotensi menimbulkan kerumunan dan interaksi sosial.
Sekarang ini yang lagi menjadi polemik adalah ketika shalat id dan aktivitas di masjid di larang tapi aktivitas di mall dan pasar-pasar ramai dikunjungi masyarakat untuk menyiapkan keperluan lebaran. Ini loginya jika di masjid di larang, apalagi keluyuran (pergi) ke mall tentu juga tidak disarankan. Jadi ini kita kembalikan ke pribadi masing-masing bagaimana menyikapi wabah ini.
”Mohon untuk kesadarannya seluruh masyarakat ikuti saja petunjuk dari pemerintah. Karena pemerintah juga memiliki pertimbangan dan kebijakan agar Pandemi Covid-19 ini cepat selesai. Maka sementara di rumah, menghindari hal-hal yang menimbulkan kerumunan massal,”kata Gus Yusuf.
Dijelaskannya, bahwa shalat id itu adalah sunah muakkad, jika dilkukan dapat pahala jika tidak dilakukan juga tidak dapat dosa. Meksi tidak bisa melakukan shalat id berjamaah di masjid atau lapangan, tapi bisa melaksanakan shalat di rumah. Jika peserta keluarganya kurang dari empat tidak perlu khotbah atau jika lebih dari empat bisa menggunakan khotbah pendek dan singkat.
Maka dari itu, Gus Yusuf menyarankan masyarakat untuk disiplin melaksanakan protokol kesehatan dan apa yang disarankan pemerintah. Jika masyarakat tidak disiplin bisa jadi masa Pademi Covid-19 bisa lebih lama lagi.
”Semua harus disiplin biar wabah ini cepat selesai, dengan keluyuran ke mall atau ke mana-mana, mudik dari kota ke desa itu sama saja tidak bisa memutus mata rantai penyebaran alias memperpanjang masa Pademi. Yang menjadi korban adalah anak-anak kita tak bisa segera masuk sekolah, saudara-saudara kita semakin sengsara karena kondisi wabah ini,”ujarnya.
Menurut Gus Yusuf, lebara ini kita korbankan semuanya, mulai dari silaturahmi, mudik, shalat id, belanja baju baru. Silaturahmi fisik bisa diganti silaturahmi virtual menggunakan handphone, shalat di masjid bisa diganti shalat berjamaah di rumah, belanja bisa melalui online shop.
Namun demikian, lanjut dia, memang ada beberapa daerah yang masih hijau tidak ada yang terjangkit dan itu letaknya di pelosok desa yang memungkinkan bisa menggelar shalad id. Jadi menurutnya, ini bukan soal masjidnya, tapi soal kondisi lingkungan yang satu dengan lainnya berbeda-beda.