Search
  • JELAJAH
    • Trending
    • News
    • Pemkot Magelang
    • Pendidikan
    • Literasiku
    • Kesehatan
    • PMI
    • Resolusi 2020
    • Baity Jannaty
Menu
  • JELAJAH
    • Trending
    • News
    • Pemkot Magelang
    • Pendidikan
    • Literasiku
    • Kesehatan
    • PMI
    • Resolusi 2020
    • Baity Jannaty
Buat Cerita
Buat Cerita

Konser Merajut Bunyi : Puisi Gus Mus Runtuhkan Keganasan Masyarakat Homo Digitalis

Sholahuddin Al-Ahmed by Sholahuddin Al-Ahmed
Januari 4, 2020
in News, Pemkot Magelang, Trending
0
konser munir syalala merajut bunyi

konser munir syalala merajut bunyi

155
SHARES
305
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Puisi adalah bahasa diam yang ingin menyampaikan makna tersembunyi dari ungkapan harfiah.

Musik mempermudah kita memahami rasa mendengar bunyi nada kalimat yang dinadakan.

Mendengarkan pusisi seperti mendengarkan lagu seperti terasa di kedalaman maknanya.

Untaian klimat indah itu yang terucap dari Munir Syalala saat membuka konser musikalisasi pusisi ”Merajut Bunyi Bersama Munir Syalala” di Hotel Atria, Kota Magelang di penghujung tahun 2019. Sebuah konser musik refleksi merekatkan berbagai komunitas seniman dan budayawan di Magealang Raya.

Menurut Saya ini bukan hanya sebatas konser biasa, tapi di dalamnya ada keganyengan dalam merefleksi kehidupan diri sendiri hingga kehidupan berbangsa dan bernegara. Kehidupan yang lebih privat sedangkan di sisi lain ada kehidupan yang open space_public melalui sosial media.

Konser Musikalisasi Puisi Merajut Bunyi bersama Munir Syalalala
Konser Musikalisasi Puisi Merajut Bunyi bersama Munir Syalalala

Diantara dawai gitar yang dipetik Munir Syalala itu ada kehidupan lain tersembunyi tapi tampak nyata yaitu kehidupan dunia maya. Sebuah realitas masyarakat homo digitalis yang tak lepas dari dari gawai (gadget). Sebuah piranti atau instrumen dirancang canggih bertehnologi memiliki kecerdasan buatan AI (Artificial Intelligence).

Diantara medan frekuensi puisi dan musik itu seperti menjadi kritik bagi peradaban yang dimanjakan fasilitas digital yang penuh kecepatan dan kecerdasan buatan. Kehidupan masyarakat homo digitalis yang membanggakan follower dan viral, saling membenci dan saling serang dalam twittan, berkerumun membikin hastag (tagar) yang bertujuan saling menjatuhkan.

Fenomena ganasnya kehidupan homo digitalis itu seakan runtuh ketika Puisi Sujud karya KH Mustofa Bisri (Gus Mus) dibawakan secara apik oleh Jodo Kemil. Sayatan musik etnik dan keindahan kalimat puisi menyejukkan hati. Menuntun hati menyelami realitas kehidupan yang sesungguhnya.

Kehidupan yang menyeimbangkan antara Keilahian dan keduniaan, keduanya terpadu dalam sebuah kehangatan harnomi rohani dan alam yang Rahmatan lil Alamin.

Halusinasi Konsensual

“We live in a world where there is more and more information, and less and less meaning.”

Hari ini kita hidup di dunia yang banjir informasi tapi miskin makna.

Inilah kekuatan puisi dan musik yang selalu menghadirkan makna meski kita hidup di dunia yang banjir informasi. Setiap detik dan menit konten diporduksi dan dihujamkan ke masyarakat homo digitalis. Namun masih sedikit yang memiliki makna atau hikmah, justru informasi hoax yang menjadi viral dan yang digemari masyarakat.

William Gibson seorang penulis fiksi ilmiah asal Amerika membuat sebuah ilustrasi bahwa dunia maya disamakan dengan halusinasi konsensual yang setiap orang bisa merasakan sensasi nyata dan tampak seperti ruang aslinya meski itu adalah hasil sebuah pancaran data komputer.

Halusinasi itu juga yang merusak kehidupan kebinekaan, satu kelompok dengan lainnya mengklaim paling benar dan paling suci. Bahkan dengan mudahnya mengkafirkan kelompok lain. Disinstegrasi itu nyata terjadi setiap menit dan detik baik dalam kehidupan nyata atau kehidupan maya.

Namun tiba-tiba fenomena itu juga menghembus hilang ketika puisi berjudul Negeriku Karya Gus Mus yang dibawakan Anak-anak dari Kelompok Tipikal SMA Taruna Nusantara. Sebuah untaian nada yang mengajak kita untuk merefleksi sebuah negeri yang kaya raya dan subur tapi kontras dengan kehidupan masyarakatnya yang masih miskin.

Kesenjangan si kaya si miskin lebih dari cukup untuk membuktikan bahwa ada ketimpangan dan konglongmerat. Betapa susahnya rakyat kecil hanya rajin membayar pajak tapi tapi maling-maling dan tikus itu sedang asyik korupsi.

konser merajut bunyi munir syalala
Kelompok Tipikal SMA Taruna Nusantara dalam konser Merajut Bunyi

12 Tahun Munir

Munir Syalala tak diragukan dalam meramu sebuah konser musikalisasi puisi. Dia sebagai sosok utama dalam pementasan, mendesain dan membuat sebuah alur yang berhasil mengantarkan penonton menyelami hati dan pikiran dalam sebuah lantunan puisi berirama unik.

Perjalanan 12 tahun bermusik dan puisi Munir Syalala semakin dewasa. Memberikan suguhan yang tidak bisa ditebak sebelumnya. Pada tahun 2007 ketika saya pertamakali mengenalnya, Munir yang masih ingusan, tapi dengan pede memperkenalkan produknya kepada saya. Produk yang menurutku waktu itu masih awam, menggabungkan seni musik dan puisi. Satu tahun kemudian membuat sebuah album independen karyanya itu. Semangat luar biasa dari jiwa muda yang dimilikinya.

Dia jauh lebih layak mendapatkan follower lebih banyak di instagram ketimbang chelseaoliviaa. Sungguh makna sebuh sajian musik dan puisi yang tak bisa ditebus dengan harga tiket, apalagi konser malam itu gratis dan hanya membayar donasi.

Malam itu Munir seperti seorang plamaker dalam tim sepakbola , membangun ritme serangan mengantarkan penonton pada puncak ektase kenikmatan sebuah makna puisi.

Dia berhasil menampilkan masing-masing komunitas dalam balutan ritmenya, seperti tampilan Gladflow SMAN1 Kota Magelang, Jakarta Band, Intuisi Musik Puisi, Johannes Viven, dan Dona Shintaningrum. Sebagai pamungkasnya adalah Jodo Kemil.

konser merajut bunyi munir syalala
Munir Syalala dalam konser merajut bunyi

Monolog Tanpa Batas

Mendadak malam itu panggung menjadi heboh ketika Presiden Lima Gunung, Sutanto Mendut naik panggung dan pegang mic. Tahu sendiri Sutanto kayak apa kalau udah nguasai mic, monolog tanpa batas pokoknya.

Yang jelas Sutanto mengapresiasi konser puisi Munir Syalala. Menurutnya yang perlu melihat makna puisi itu para elit. Puisi rakyat itu NKRI Harga Mati. Masyarakat sudah jenuh dengan Puisi Prabowo-Jokowi, Syiah-Sunni.

Puisi Rakyat puisi NKRI Harga Mati

Presiden Lima Gunung Sutanto Mendut

Malam itu dia memaksa dua tamunya Seno-Ana ikut kolaborasi dan mengangkat judul ”Haruno Umi”. Malam akhir tahun yang benar-benar hidup dan tumbuh dalam suasana kedamaian. Menurut Sutanto, musik mengajarkan salah ke salah dan salah ke salah. Bangsa ini perlu belajar dari desa dengan kearifan lokal dan kebinekaannya.

Peghormatan juga patut diberikan kepada M Nafi Komunitas Pinggir Kali yang sukses sebagai inisiator dan promotor acara. Termasuk kepada General Manajer Atria Hotel Candra Irawan.

Candra sempat menyentil di awal acara, bahwa Magelang raya membutuhkan ruang untuk mengungkapkan ekspresi seni budaya. Selama belum ada gedung yang representatif untuk pagelaran acara seni budaya pihaknya siap memberikan ruang untuk meluapkan ekpresi pagelaran seni.

Atria siap menjadi poros perputaran geliat seni budaya di Magelang Raya

GM Hotel Atria Candra Irawan

Paduan suara GTS Universitas Tidar juga turut menghidupkan konser puisi dan Dhona Shintaningrum membawakan puisi Nikah Pisau karya Dhorotea Rosa Herliani juga mampu membenamkan suasana dalam sebuah ekstase menikmati puisi dan musik.

Previous Post

Ini Video dan Cerita Heroik 3 Taruna Akmil Menyelamatkan Penumpang Kapal Tenggelam

Next Post

Cara Membelanjakan Rp 146.000 dari Kenaikan UMK Kota Magelang 2020

Next Post
Cara Membelanjakan Rp 146.000 dari Kenaikan UMK Kota Magelang 2020

Cara Membelanjakan Rp 146.000 dari Kenaikan UMK Kota Magelang 2020

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  • About Us
  • Contact
  • Career
  • Privacy
  • Pedoman Media Siber
Menu
  • About Us
  • Contact
  • Career
  • Privacy
  • Pedoman Media Siber

2019-2024 © PT Mnews Media Startup Digital

 Tentang

Selengkapnya

Mnews.id hadir dengan visi Jurnalisme Positif sebagai ikhitiar untuk memberikan pengaruh positif dalam kehidupan homo digitalis, sehingga berdampak pula pada kehidupan sosial, ekonomi masyarakat

WA : 082135179993 |  Info@mnews.id
Messenger : m.me/mnewsjurnalismepositif

Home

Jelajah

Ruang

Profil

News
Trending
Showbiz
Pendidikan
Berdesa
Whizkul
Literasiku
Kesehatan
Cerita Pemilu
Hasil Polling