News

Regulasi Pembangunan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Borobudur Masih Tumpang Tindih

By Tuhu Prihantoro

May 31, 2021

Magelang MNews.id – Semua rencana pembangunan baik fisik ataupun non fisik di Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Borobudur jangan sampai tumpang tindih dengan regulasi perundangan-undangan yang berlaku.

“Termasuk dengan perundang-undangan terkait infrastruktur di Kabupaten Magelang,” kata Sekda Kabupaten Magelang, Adi Waryanto, Senin (31/5/2021).

Untuk diketahui pembangunan di kawasan Borobudur diatur oleh Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 58 Tahun 2014. Kawasan Nasional Merapi, Perpres 70 Tahun 2014. Untuk Kabupaten Magelang diatur dengan Perturan Daerah (Perda) Nomor 11 Tahun 2005.

“Oleh karena itu perlu adanya harmonisasi, perlu ada sinkronisasi sehingga antara pemerintah pusat, provinsi, serta daerah,” katanya.

Menurut dia, program untuk pembangunan di Kabupaten Magelang harus mengacu pada aturan-aturan yang berlaku agar tidak terjadi pertentangan ataupun tumpah tindih aturan atau regulasi.

Diungkapkan, pemerintah pusat saat ini sedang melakukan evaluasi terhadap aturan-aturan tersebut.

Tujuannya agar program-program pembangunan di Kabupaten Magelang berjalan selaras, sesuai regulasi yang sudah di tetapkan.

“Evaluasi dimaksud termasuk revisi terhadap peraturan yang mungkin terjadi duplikasi, atau tumpang tindih,” katanya.

Regulasi yang masih tumpang tindih dimaksud, antara lain, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Magelang yang memperbolehkan pertanian namun aturan pusat tidak memperbolehkan.

Diharapkan kemudian ada harmonisasi dan revisi terhadap perda tentang RTRW dengan meminta fatwa dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang.

Tunggu Izin UNESCO

Menurut Adi, sejauh ini pembangunan KSPN Borobudur ada sebagian yang masih harus mengantongi izin dari UNESCO.

Karena sebagian kawasan yang sesuai dengan Perpres 58, masuk dalam cagar budaya yang harus dipertahankan dan dilindungi. Disebutkan,contohnya pembangunan Gerbang Palbapang, Kembanglimus, dan infrastruktur lainnya.

Karena itu, harus mendapatkan izin dari UNESCO dalam bentuk Heritage Impact Assessment (HIA).

“Saat ini Pemerintah Indonesia masih menunggu rekomendasi dari UNESCO,”katanya.