Fakta Sejarah
Seperti layaknya barang inventaris, di zaman Kolonial Hindia Belanda perempuan yang dijadikan gundik juga bisa dipindahtangankan diwariskan dan tukar
Mnews.id – Banyak buku, novel hingga film yang menceritakan kisah tragis ”the gindik”__pergundikan zaman Kolonial Belanda.
Gundik ini istilah populer saat itu memiliki makna istri (garwo) selir pejabat, orang terhormat, perempuan peliharaan, atau selir.
Panggilan akrab gundik adalah Nyai, dalam bahasa Jawa diartikan wanita muda, adik muda yang secara usia memang dianggap lebih muda.
1.Nyai Ontosoroh

Salah satu novel yang populer menceritakan The Gundik adalah “Bumi Manusia” Karya Pramoedya Ananta Toer yang juga masih hangat diingatan kita cerita masa kolonial itu di filmkan dengan judul yang sama dengan sutradara Hanung Bramantyo.
Bumi Manusia mengkisahkan Nyai Ontosoroh yang hidup tragis setelah suaminya orang Belanda asli meninggal.
Nyai Ontosoroh dipaksa menerima kenyataan hukum zaman kolonial bahwa seorang Nyai (atau istri tidak resmi dari orang Belanda) tidak berhak mendapat harta peninggalan sang suami.
2.Long Nawang

Jauh dari Surabaya yang menjadi latar perjalanan kisah Nyai Ontosoroh. Pada akhir tahun 1930-an Long Nawang pedalaman di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Timur, kota ini dulu terkenal dengan the gundik atau pergundikan. Kota terdekat dari situ adalah Tanjung Selor.
Orang yang ingin menuju dari satu tempat ke tempat lain harus berlama-lama di atas perahu. Kakek dari Bimbim Slank, dr. Soemarno Sosroatmodjo pernah bertugas di Tanjung Selor pada era itu. Ia juga pernah berkunjung di Long Nawang.
Soemarno menuliskan kisah dinasnya di Long Nawang dalam buku berjudul “Dari Rimba Raya ke Jakarta Raya” tahun 1981. Di halaman 229, Soemarno menuliskan bahwa semua bintara dan tamtama tidak diperbolehkan membawa keluarganya. Opsir yang ditugaskan di sana dilipih yang perjaka.
Dalam sistem ketentaraan Hindia Belanda, status seorang dokter disamakan dengan opsir atau perwira setidaknya bisa berpangkat letnan. Para serdadu dan pegawai dinas di daerah terpencil paling lama dua tahun.

Para serdadu dan pegawai berkebangsaan Belanda akan sulit menemukan perempuan. Tapi soal kawin, mereka tak khawatir. Soal kawin bisa diselesaikan secara adat di sana, tanpa perlu catatan sipil.
Dokter Belanda yang ditugaskan di Long Nawang diusahakan agar betah. Berhubung sulit membawa istri ke daerah terpencil seperti Long Nawang. Dokter biasanya mencari perempuan asli pribumi atau yang biasa disebut Orang Kenyah.
Soemarno yang berdinas di akhir dekade 1930-an menceritakan seorang gundik bernama Maritje, perempuan keturunan Indo-Belanda anak dari pegawai yang pernah menjabat Kepala Dinas Kesehatan Militer di Betawi.
Soemarno menuliskan bahwa Marietje sudah pernah kawin lima kali. Namanya jelas berbau Belanda. Marietje berkali-kali menjadi istri dokter yang bertugas di Long Nawang.
“Kalau dokter yang dipindahtugaskan ke tempat lain, Marietje dipulangkan ke kampungnya. Seminggu kemudian dokter baru memanggilnya dan mengawininya secara adat”
Soemarno.
3.Sebatas Kebutuhan Seksual
Pandangan laki-laki kebangsaan Belanda di era kolonial bagaimana menyalurkan kebutuhan seksual mereka. Tidak bisa menikahi orang Eropa atau belanda tak jadi soal, maka menikahi perempuan Indo akan lebih baik. Kepada perempuan pribumi di nikah tidak perlu, cukup dikawini saja. Maka menikahi Marietje tidak buruk, apalagi hanya untuk sementara waktu.
Dalam bukunya, Soemarno yang pernah menjadi Gubernur Jakarta di era Soekarno berkesimpulan;
“Jadi apa yang dioperkan oleh dokter lama kepada dokter baru bukan hanya rumah sakit, tempat tinggal dan barang inventaris, tetapi juga istrinya”.
Fakta Sejarah The Gundik
Kisah Marietje ini mirip cerita dalam film “The Sleeping Dictionary” dirilis tahun 2003, yang diperankan oleh Jessica Alba.
Selima perempuan peranakan ibu orang Iban dan ayah pegawai yang ditugaskan oleh Inggris di pedalaman Kalimantan. Seperti ibunya, Selima menjadi kawan tidur bagi orang Inggris yang ditugaskan di sana. Trailers filmnya bisa dilihat di sini,
4.Gundik Milenial
Hari ini netizen kembali mempopulerkan kalimat gundik, seakan mengembalikan sebuah simbol masa kolinial. Sebuah penanda praktik eksplotasi perempuan era kekinian yang dilansir oleh akun twitter @digeeembok. Hastag #gundik menjadi viral mengungkap fakta baru tentang gundik yang kehidupannya hedonis berbeda dengan gundik zaman kolonial yang dekat dengan kemlaratan dan kesengsaraan penganiaayaan perasaan, fisik dan biologis.
Narasi The Gundik mencuat setelah Dirut Garuda Ari Ari Askhara dipecat, terkuaklah skandal dilingkungan maskapai Garuda. Hubungan yang tidak wajar terkuat antara pramugari dan para big bos dan bos maskapai plat merah itu. Mantan pramugari Garuda juga angkat bicara membenarkan beberapa fakta tentang semua itu.
5. Eric Tohir Angkat Bicara soal ”Gundik”
Tancap gas Pak Eric…ayo semangat.. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyinggung soal pelecehan seksual di lingkungan BUMN.
Erick memastikan pegawai perempuan di BUMN tidak mengalami pelecehan.
“Ke depan saya rasa nanti awal tahun kita juga akan memastikan ‘sexual arrashment’ kepada pegawai perempuan di BUMN itu harus benar-benar kita tingkatkan, tidak boleh kaum perempuan itu mohon maaf dijadikan ya hal-hal yang tidak baik lah,” kata Erick dikutip Antara, Rabu (11/12/2019).
“Kalau amoral seperti itu kan pasti nanti prosesnya nanti bukan di saya, tapi itu mungkin hukum yang lain yaitu mungkin di kepolisian. Kalau saya kan lebih korporasi, sudah seyogyanya kaum wanita ini harus mendapatkan proteksi yang jelas, apalagi dari pimpinan pimpinan yang tidak baiklah,” tambah Erick.
6. Banyak Pramugari Garuda Mengadu ke Hotman Paris
Sebelum kasus ini mencuat pengacara kondang Hotman Paris Hotapea membeberkan fakta tentang banyaknya pramugari Garuda yang mengadu kepadanya soal perlakukan semena-mena para big bos dan bos-bos Garuda.